Migrasi Sebagian!

Saya batasi blog ini khusus yang berbahasa Indonesia saja, sedangan di blog yang satunya dalam bahasa Inggris yang awalnya saya buat untuk syarat ikutan kontribusi nulis di Travelicious.world.

Jadi...blog ini masih akan tetap hidup untuk share beberapa info yang gak cuma soal perjalanan.

Beberapa post tentang jurnal traveling saya pindahkan ke url baru:  http://lilitanurdiana.com



Saturday, April 26, 2014

Banda Aceh, Sabang, Iboih dan Rubiah

2 tahun lalu saya pernah nolak dengan bodohnya pas diajak teman untuk explore Aceh dan Pulau Weh, masih parno sama Tsunami. Tapi pas mereka upload foto-foto perjalanan termasuk beningnya air laut di Iboih, jadi ngeces dan nyesel sudah nolak. Tapi waktu dulu itu akhirnya saya malah pergi ke Derawan yang gak kalah bagusnya, jadi nyeselnya kebayar lunas.

Sekitar 3 bulan lalu saya niatan mau bikin shared-cost trip ke Aceh dan Pulau Weh berempat, dua cewe dan dua cowo. Tapi cowo yang satu batal, jadi saya nyaranin ke teman yang lain supaya gabung sama grup lain. Jadilah saya contact anak BPI yang kebetulan ngajak trip dengan jadwal yang sama. Gak disangka tripnya jadi super seru! Orang-orang yang tadinya tidak saling mengenal jadi bisa ledek-ledekan, selfie berjamaah, saling tukar foto, saling tukar cerita perjalanan, tralala-trilili...


-----------------------------------------------------

Hari pertama:

Janjian di Airport Soekarno-Hatta, beberapa nyaris ketinggalan pesawat karena macet parah tapi syukurnya Lion Air delay sejam. Delay yang patut disyukuri ya...

Yang berangkat dari Jakarta ada 7 orang, sesampainya di Banda Aceh nambah 1 orang dan kita nginep semalem di sana. Pesawat sempat transit di Medan dan kami diminta untuk turun ke terminal untuk daftar ulang gak penting. Padahal dari Medan ke Banda Aceh masih pakai pesawat yang sama.

Sebelum ke penginapan, kami sempatkan untuk makan malam di Mie Aceh Razali. Mie Aceh di sana ternyata minim garam, rasanya jadi tawar buat lidah saya yang terbiasa makan dengan masakan bergaram.

------------------------------------------------------

Hari kedua:




Pagi-pagi sekitar jam 07:00 setelah kelar sarapan, kami menuju pelabuhan Ulee Lheu dengan mobil charteran yang sama yang kami pakai dari bandara sebelumnya, kalo gak salah tarifnya Rp 80,000 perjam.

Kami sempat hopeless gara-gara tiket kapal cepat menuju Sabang untuk keberangkatan jam 08:00 sold out diborong sama agen. Gak sedikit yang protes sama petugas pelabuhan, karena gak fair bagi para calon penumpang yang ngantri di loket. Mestinya mereka menyisakan tiket untuk yang mau go show beli tiket.

Tapi entah ini masuk kategori baik atau bukan, ada calo yang nyamperin kita dan nawarin harga lebih mahal Rp 10,000, syaratnya harus 4 orang dulu yang masuk dan disusul 4 orang lagi kemudian. Sebenarnya hati nurani sih bilang gak mau urusan sama calo lagi, tapi ini terpaksa banget. Iya kan terpaksa? :p

Harga kapal cepat Rp 65,000 sekali jalan, lamanya waktu nyeberang dari Pelabuhan Ulee Lheu ke Pelabuhan Balohan adalah 45 menit.

Sesampainya kami di Pelabuhan Balohan, kami sempat nunggu sejam karena 4 orang yang berangkat belakangan dari Medan mesti ngantri tiket jadwal nyeberang selanjutnya, si calo tiket gak bisa bantu lebih dari 8 orang.

Setelah komplit 14 orang ngumpul dan saling kenalan, kami pun lanjut menuju kota Sabang untuk makan siang dan Jumatan dengan 2 mobil charteran.

Sempat ada insiden di mesjid tempat kami numpang beribadah. Seorang teman cewek sempat diomelin Bapak-bapak dewan mesjid karena gak pake jilbab dan dalem banget nyes ke hati. "Kamu mau masuk neraka ya gak pakai jilbab?"

Padahal pas saya masuk mesjid gak diomelin karena berurusan sama Bapak-bapak dewan mesjid lain yang baik dan welcome. Sekedar saran, kalau ke area Aceh sebaiknya bawa pasmina yang bisa disulap jadi kerudung saat dibutuhkan, maklum Aceh kan dikenal sebagai Serambi Mekah.

Saat yang cowok sholat Jumat, kami yang cewek dan seorang cowok yang gak jumatan curi-curi waktu ke Pantai Kasih yang cuma 5 menit dari mesjid.

Membajak mobil menuju Pantai Kasih

Pantai Kasih

Sisa hari kedua kami manfaatkan untuk explore Pantai Gapang, Air Terjun Pria Laot dan berhenti-berhenti di spot yang viewnya bagus untuk foto. Termasuk di spot dengan pemandangan Pulau Klah. Obyek terakhir kami ke Tugu Nol KM sambil nikmatin sunset.

Courtesy of Bobby at Pantai Gapang

Pantai Gapang

Tugu Nol KM

View Menuju Air Terjun Pria Laot

Air Terjun Pria Laot

Komplit 14 orang

Dengan Background Pulau Klah



Malamnya kami menginap di Fina Bungalow di Iboih Beach dengan tarif Rp 250,000/malam yang bisa diisi 3-4 orang dengan extra bed. Padahal sih kita pengen banget nginep di Iboih Inn tapi berhubung long weekend, semua kamar sudah fully booked. Tapi Fina Bungalow juga nyaman sih, bangunannya masih agak baru dan bersih. Koneksi wifinya juga bagus di area tiap kamar, tapi sayangnya pas malam ke 2 wifinya mati.


--------------------------------------------------------


Hari Ketiga:

Pagi sekitar jam 08:00 kami sepakat untuk snorkeling di kisaran Pulau Rubiah. 5 orang ambil paket diving seharga Rp 400,000/orang.

Iboih - hasil jepretan DSLR Bobby

Regu Snorkeling Cewek di Rubiah

Diving Team

Benteng dan Pantai Anoi Hitam

Bertongsis ria di Pantai Sumur Tiga


Setelah balik ke penginapan dan mandi, kami lanjut jalan-jalan sore ke Pantai Anoi Hitam, Pantai Sumur Tiga, dan nongkrong-nongkrong cantik di area Kuliner Sabang sambil menikmati sunset.

Malamnya ada insiden lagi. Kali ini yang marah-marah Bapak-bapak TNI yang nuduh mobil kami nyaris bikin mobilnya nyusruk ke jurang. Salah target dan akhirnya jadi drama malam buat dijadiin bahan obrolan pas makan malam. Saya yang ada di dalam mobil kala itu masih agak syok karena Bapak TNI itu ngerem mendadak di depan mobil kami, yang posisinya di tikungan jalan menanjak dan kanan-kiri jurang.


-----------------------------------------------------------


Hari Keempat:

Subuh jam 05:00 kami sepakat checkout menuju Pelabuhan Balohan untuk nyeberang ke Ulee Lheu dengan kapal cepat jam 07:00. Perjalanan dari Iboih ke Pelabuhan makan waktu sekitar 45 menit. 

Sesampainya di Banda Aceh, dilanjutkan dengan kunjungan ke PLTD Apung yang terseret Tsunami ke daratan kota dan Museum Tsunami.

Di bawah PLTD Apung ini ada rumah penduduk

Bisa dijamin setiap orang yang masuk ke Museum Tsunami akan nahan tangis nyaksiin video dan foto-foto di sana. Sayangnya saya gak sempat foto karena dilarang

Saya dan 2 teman yang flightnya lebih awal pamit melaju duluan ke airport setelah sempat mampir belanja oleh-oleh. Sedangkan yang lain lanjut kuliner dan keliling Banda Aceh.


----------------------------------------------------------

Foto-foto yang saya posting di sini diambil dari Nikon AW100, handphone dan kamera teman-teman seperjalanan sehububungan dengan ngambeknya shutter si D40x saya.

Dana yang kami keluarkan untuk shared cost 4 hari 3 malam ini sekitar Rp 3,000,000 belum termasuk jajan dan belanja. Sebenarnya bisa lebih murah kalau kami beli tiket jauh-jauh hari.

Penting untuk para calon pelancong: Dihimbau untuk tidak pesan nasi goreng, di sana nasi goreng dimasak dari rumah dan saat dihidangkan di resto/warung tidak dihangatkan lagi. Cukup saya dan dan teman-teman saya yang menjadi korbannya.

Selamat merencanakan perjalanan 😉

Short Trip: Siem Reap and Phnom Penh

Perjalanan kali ini gak bisa dibilang murah, flight ticketnya saja kisaran Rp 3,500,000 (return) yang dalam sejarah pertiketan saya sih ini yang paling mahal untuk ukuran Asia Tenggara. Memang sejak dipakai shooting Tomb Rider Cambodia jadi salah satu pusat perhatian dunia, makanya 3 tahun lebih saya nungguin promo ticket gak dapet-dapet dan akhirnya pasrah beli ticket harga normal ala Airasia daripada keburu jompo belum kesampean ke Cambodia.

Saya cuma pergi kilat selama 3 hari ngambil long weekend akhir Maret lalu, berhubung saya sudah menjadi seorang fakir cuti sejak awal 2014. Awal tahun kok sudah fakir cuti toh yaa..kenapa toh? Karena jatah cuti saya sebetulnya baru nongol setelah saya genap 1 tahun bergabung dengan perusahaan tempat saya kerja sekarang, jadi cuti tahun lalu yang sudah saya ambil 5 hari itu ternyata "ngutang" cuti. Awal tahun untuk trip ke Myanmar saya ambil 3 hari, jadi nyisa cuma 3 hari doang tahun ini 😓

Ini kenapa jadi curhat soal cuti? Iya aneh memang, saya yang hampir tiap tahun pindah perusahaan aja baru nemu peraturan begini. Sengsara memang, apalagi kalau dibandingkan sama jatah cuti para expatriate yang ngikutin aturan cuti negara asalnya yang minimal 24 hari/tahun, tapi tetap ikutan libur kalau kita libur. Apa salah kalau saya iri dan sakit hati?

Cukup deh bahas soal cuti, karena cuma bikin suasana hati gak keruan dan jadi drama. Mari lanjut ke topik utama.


-----------------------------------------------


Kebayang dong gimana rusuhnya saya yang cuma dengan 3 hari mau explore Siem Reap dan Phnom Penh? Sebenernya sih gak rusuh, didukung cuaca yang gak cocok buat saya bikin saya kurang betah juga di Cambodia pengen buru-buru pulang. Panasnya bisa mencapai 38 derajat Celcius!

Jadi, niat hati hari pertama di Siem Reap mau saya manfaatin untuk explore Angkor Historical Complex pun cuma tinggal wacana. Ya memang terlalu ambisius mau explore area segitu luas dalam sehari yang normalnya butuh at least 3 hari. Realisasinya saya cuma sanggup tralala-trilili potret sana-sini di Angkor dari jam 09:00 sampai jam 15:00 saja, padahal saya sudah booking tuktuk untuk kurilingan seharian sampai jam 6 sore dengan harga $30. Rugi banget memang, tapi apa daya saat itu saya kena heat stroke yang ditambah lagi ngantuk karena kurang tidur. 

Sebenarnya tarif tuktuk untuk keliling Angkor Historical Complex selama sehari cuma $15 tapi saya lupa make sure sama pihak Tasom Guesthouse, pas mau jalan baru si driver nanya saya apa saya tahu tarifnya. Saya sih langsung kaget pas dia bilang $30, ditawar juga sudah terlambat.

Hari pertama saya tiba di Siem Reap dengan Airasia sekitar jam 8:00 pagi dan langsung menuju ke Tasom Guesthouse dengan tuktuk yang disediakan gratis untuk jemput saya. Tuktuk yang sama mengantar saya wara-wiri selama 1,5 hari di Siem Reap. Tuktuk ini juga nganter saya ke Night Market dengan gratis, mungkin karena gak enak juga saya sudah bayar dia full tapi ternyata sayanya cuma sanggup sampai jam 15:00.

Tuktuk yang nemenin saya keliling Siem Reap, sengaja saya foto incase saya lupa pas nyariin ^_^

Untuk bisa mengakses area Angkor Historical Complex, saya beli one-day pass seharga $20. Jadi untuk Angkor Tour saya keluar dana $50 belum termasuk rehat makan siang.

Maaf ya, kalau fotonya kurang fokus dan gak apal nama semua temple, jadi agak campur-aduk. Maklum motretnya sambil nahan supaya gak tepar kepanasan.


Menuju Angkor Wat

Angkor Wat

Angkor Historical Temples
Bayon Temple

Sebagai pecinta barang etnic, wajib hukumnya menyiapkan dana khusus untuk berbelanja di Siem Reap Night Market. Tapi untungnya saya sadar diri kalau saya gak bisa bawa terlalu banyak barang berhubung males pakai bagasi. Tahu sendiri di Jakarta bisa sejam untuk nebus bagasi.

Siem Reap Night Market

Hari kedua saya keluar dana $6 untuk explore area sentral kota dengan tuktuk yang sama. Yang sempat saya kunjungin adalah Wat Preah Prom Rath, Wat Bo, 1 temple kecil yang saya lupa namanya di tengah kota, dan 1 temple di seberang Tasom Guesthouse.

Siangnya sekitar jam 11:00 saya dijemput oleh Capitol Bus untuk lanjut ke Phnom Penh. Bus ini sempat berhenti 2 kali untuk makan siang selama 30 menit dan untuk ke restroom selama 15 menit. Perjalanan butuh waktu sekitar 4-5 jam, tapi berhubung banyak galian dan perbaikan jalan perjalanan waktu itu molor jadi sekitar 8 jam. Sopir tuktuk yang ditugasin untuk jemput saya di Capitol Bus Stop sempat ngeluh karena nunggu lebih dari 3 jam. Bus juga sempat telat datang sekitar 20 menit jadinya molor gak tepat jam 11:30 jalan dari terminal. Bus lain seperti Giant Ibis jalan tepat waktu 11:30, mungkin juga karena harganya 2x lipat Capitol yang cuma $5.5, jadi servicenya lebih bagus. Giant Ibis ini katanya ada wifi & nyaman sekali bisa selonjoran kaki.


Wat Preah Prom Rath

Wat Bo


Night market di Phnom Penh tidak recommended, produk yang dijual mirip-mirip produk kaki lima. Kalau niat shopping lebih baik ke Russian Market, saya dapat 2 tankini sets dengan quality yang lumayan hanya $14. Untuk souvenir juga lumayan murah, saya dapet selusin guntingan kuku dengan ukiran candi-candi hanya $10, tempelan kulkas dengan ukiran candi $1/pc, 1 set gelas mini dengan hiasan ukiran Royal Palace keren hanya seharga $8. 


----------------------------------------------------------------


Hari ketiga di Phnom Penh saya sengaja gak mau ke Killing Field. Jadi cuma keliling-keliling kota sesempatnya karena jam 14:00 saya sudah mesti jalan ke airport untuk ngejar flight sore jam 17:25. 

Tuktuk yang nganterin keliling kota dan drop saya di airport awalnya minta $12 dan sudah deal sebelumnya, sebenarnya orangnya baik selalu wanti-wanti supaya saya hati-hati sama barang bawaan karena di sana rawan copet dan selalu inisiatif bantuin saya nyebrang jalan. Tapi kenapa pas drop saya di airport dia minta tambahan $5 ? Padahal saya kelar keliling 2 jam lebih awal, dan saya kasih semua sisa uang receh mata uang lokal ke dia lho.


Royal Palace
Wat Ounalom


Trip kali ini saya akui kurang seru dibanding trip ke Myanmar, mungkin juga karena cuacanya yang kurang bersahabat. 

Yang saya sesalin, saya lupa nyicipin durian Siem Reap! Padahal saya sudah niatin sejak sebelum berangkat. Minusnya solo traveling ya kalau lupaan gak ada yang ngingetin huhuhu...